Beberapa perusahaan besar yang siap menampung sengon
di P. Jawa diantaranya adalah PT Bina Inti Lestari, PT Bineatama Kayone
Lestari, PT Dharma Satya Nusantara, PT Kutai Timber Indonesia, dan PT Sumber
Graha Sejahtera, PT Kayu Lapis Indonesia , PT Bina Kayu Lestari di Tasikmalaya,
PT Waroeng Batok Industry di Banjar dan PT Buana Wijaya Lestari di Majenang
yang semuanya siap menyerap kayu sengon dari wilayah priangan.
Sebagai gambaran, kebutuhan kayu sengon di PT Bina Kayu
Lestari saja setiap bulan mencapai 20.000 meter kubik. Untuk memenuhi kebutuhan
kayu sengon sebanyak itu, kadangkala perusahaan kayu olahan tersebut merasa kesulitan.
Bahkan, pemenuhan bahan baku
kayu sengon kadang terpaksa membeli dari luar daerah seperti Jateng dan Jatim.
Kabarnya, PT Waroeng Batok Industry membutuhkan
bahan baku kayu
sengon tiga kali lipat besarnya dari kebutuhan PT Bina Kayu Lestari. Belum lagi
beberapa pabrik kayu olahan lainnya seperti PT Buana Wijaya Lestari yang
menanti penyediaan bahan baku
kayu sengon lebih banyak lagi dari para petani di daerah.
Menurut Ir Himawan Rahardjo dari PT Dharma Satya
Nusantara Temanggung, sengon merupakan kayu multiguna. Kayu sengon berfaedah
sebagai bahan bangunan, lantai, dan pintu. Dharma Satya Nusantara Temanggung
memproduksi 5.000 m3 kayulapis per-bulan. Kebutuhan bahan baku mencapai 5.000 m3
log dan 10.000 m3 sawntimber. Perusahaan yang mempekerjakan 2.000
karyawan itu memerlukan 600.000 pohon sengon berdiameter rata-rata 25-30 cm setara 600
ha per-bulan.
Himawan Rahardjo bakal meningkatkan produksi 2 sampai
5 kali lipat lima tahun ke depan. Artinya, kebutuhan bahan baku sengon juga bakal melonjak. Kesinambungan
produksi DSN tergantung antara lain kepada produksi pekebun di Magelang,
Purworejo, Temanggung, dan Wonosobo. Maklum, perusahaan itu tak mengelola
perkebunan sengon sendiri. Perusahaan di Temanggung, Jawa Tengah, itu mengekspor hasil
olahan sengon ke Taiwan, Singapura, Jepang, Inggris, Belanda, dan Australia.
Jika memperhitungkan kebutuhan sengon kelompok Dharma
Satya Nusantara yang berada di Bekasi, Gresik, dan Surabaya-kebutuhan sengon
bakal melonjak. Grup Dharma Satya Nusantara memproduksi total 250.000 m3
lumber core alias papan laminating berukuran 204 cm x 102 cm x 3-5 cm, 300.000
m3 papan blok, 100.000 m3 kayu lapis, 200.000 pintu, dan
500.000 m2 lantai per tahun-semua berbahan baku sengon.
Perusahaan yang berdiri pada 29 September 1980 itu
semula mengandalkan hutan alam di Kalimantan. Pada 1988 perusahaan itu pindah
ke Jawa. 'Tak bisa selamanya mengandalkan kayu alam,' kata Suyono M Raharjo
dari Dharma Satya Nusantara Surabaya.
Yang berteriak kekurangan bahan baku sengon bukan cuma grup DSN. PT Bu Jeon,
produsen finger joint, juga kekurangan pasokan. Menurut Hendro Aluan, bagian
ekspor Bu Jeon, finger joint lembaran kayu setebal 3 cm, bersambungan di ujung
yang bergerigi, mirip jari. Faedahnya sebagai bahan baku meja, komponen pintu, dan kerajinan
tangan. Di pasaran internasional harga finger joint US$ 400-US$ 415 per-m3.
Dari kebutuhan 1.200-1.400 m3 balok kayu sengon per bulan, 'Hanya
600 m3 yang dapat terpenuhi.
PT Bineatama Kayone Lestari pada 1993-ketika awal
berdiri-cuma mengekspor 5 kontainer barecore berbahan sengon sebulan. Kini,
hampir 2 windu berselang, Taiwan
meminta rutin 150 kontainer barecore per bulan. Itu di luar permintaan Timur
Tengah 10 kontainer per bulan.
Di pasaran internasional harga barecore US$220
setara Rp1,98-juta per m3. Barecore adalah papan berukuran 1,2 m x
2,4 m. Ketebalannya 10 mm dan 13 mm. Menurut Edo Wijaya dari PT Bineatama
Kayone Lestari, kebutuhan bahan baku untuk memproduksi 150 kontainer barecore
mencapai 14.000 m3. Taiwan
juga meminta 50.000 m3 sawntimber, tetapi baru terpasok 8.000 m3.
Menurut Direktur Operasional SGS Handojo, sejak
2002 kami mulai mengembangkan pemakaian kayu berdiameter kecil dari rakyat
untuk pembuatan kayu lapis. Ada
multiplier effect. “Selain kami bisa memperoleh bahan baku lebih murah dan melimpah, ekonomi rakyat
juga ikut berkembang,” Asal tahu saja, kayu meranti dari hutan alam harganya
kini bisa mencapai 4 juta per meter kubik. Ini belum ditambah biaya lainnya
yang sampai Rp.500.000/ m3.Tapi harga kayu sengon yang mudah ditanam
ini hanya Rp.1 juta ribu per meter kubik. Padahal, harganya juga terus terkerek
seiring waktu berjalan. Pada 2003, harga sengon hanya Rp250 ribu per meter
kubik.
Permintaan pasar internasional terhadap sengon yang
terus meningkat sebagai bentuk apresiasi terhadap kayu budidaya. Dunia
mengharapkan hutan Indonesia
tetap lestari sehingga kayu sengon hasil budidaya sebagai alternatif. Sehingga otomatis
permintaan kayu olahan sengon terus melambung, dan harga pun diperkirakan akan terus
meningkat mencapai diatas Rp. 1.500.000,- per kubik untuk jangka waktu 3 tahun
kedepan.